“ANALISIS
KASUS PENCEMARAN UDARA OLEH PABRIK PENGOLAHAN BAN BEKAS MENJADI BAHAN BAKAR
DIKECAMATAN RUMBAI BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009”
DIBUAT
OLEH : DEDI HARIANTO LUBIS
MAGISTER HUKUM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM
RIAU
I. LATAR
BELAKANG
Lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteran manusia serta makhluk hidup
lainnya. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan
sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 dalam Pasal 13 tercantum bahwa pengedalian pencemaran dan / atau kerusakan
lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengedalian pecemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri dari 3
hal yaitu : pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup dengan
menerapkan berbagai instrument-instrument yaitu : Kajian lingkungan hidup
straegis (KLHS); Tata ruang; Baku mutu lingkungan hidup; Kriteria baku mutu
kerusakan lingkungan hidup; Amdal; UKL-UPL; perizinan; instrument ekonomi
lingkungan hidup; peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
anggaran berbasis lingkungan hidup; Analisis resiko lingkungan hidup; audit
lingkungan hidup, dan instrument lain sesuai dengan kebutuhan dan /atau
perkembangan ilmu pengetahuan[1]
Mengenai dari hal – hal tersebut,
maka sekarang akan membahas pasal per pasal tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup berdasarkan dari Undang – undang No. 32 Tahun
2009 yang diawali dari Pasal 14 sampai dengan Pasal 43.
Lingkungan hidup yang baik
dan sehat merupakan karunia Tuhan YME yang diberikan kepada seluruh umat
manusia tanpa terkecuali. Karenanya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat adalah sama bagi semua manusia bahkan makhluk hidup yang ada
didunia. Dibalik kesamaan hak tersebut tentunya adalah kewajiban manusia juga
untuk menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup ini. Kewajiban disini
menjurus kepada semua tindakan usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia
baik secara individu maupun secara berkelompok guna menjaga dan melestarikan
lingkungan hidup. Hal ini perlu dan wajib dilaksanakan karena kondisi
lingkungan hidup dari hari ke hari semakin menunjukan penurunan kualitas yang
cukup signifikan.
Tetapi lingkungan yang sehat
dan baik kadang – kadang susah diwujudkan karena perbuatan satu atau lebih
pihak yang menyebabkan rusaknya atau terganggunya pelaksanaan pelestarian
lingkungan. Pihak yang melakukan
perusakan atau menyebabkan terganggunya lingkungan mengakibatkan terganggunya kenyamanan serta
kehidupan manusia lainnya yang terkena dampak dari perbuatan yang telah
dilakukannya.
Oleh karena itu didalam
paper ini penulis mencoba melakukan analisa terhadap pencemaran udara yang
terjadi akibat adanya aktifitas pengolahan ban bekas menjadi bahan bakar
dikecamatan rumbai berdasasrkan undang – undang nomor 32 tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Yang mana berdasarkan temuan –
temuan berbagai pihak yang telah melakukan tinjauan kelokasi sekitar pabrik
tersebut disimpulkan bahwa telah terjadi pencemaran udara yang bersumber dari
asap pembakaran ban di pabrik tersebut.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah pengaturan pencegahan dan
pengendalian pencemaran lingkungan dan udara menurut peraturan perundang –
undangan Republik Indonesia?
2.
Apakah asap yang dihasilkan oleh pabrik
pengolahan ban bekas menjadi bahan bakar termasuk pencemaran udara menurut Undang
– Undang Nomor 32 Tahun 2009?
III. PENGATURAN
PECEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN ( UDARA ) MENURUT PERATURAN
PERUNDANG – UNDANGAN REPUBLIC INDONESIA.
Penggundulan lahan hutan, lahan
kritis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global tumpahan minyak di laut, ikan
mati di anak sungai karena zat-zat kimia, dan punahnya species tertentu adalah
beberapa contoh dari masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam literatur
masalah-masalah lingkungan dapat dikelompokkan kedalam tiga bentuk yaitu
pencemaran lingkungan (pollution), pemanfaatan lahan secara salah (land misuse)
dan pengurasan atau habisnya sumber daya alam (natural resource depeletion). Akan
tetapi, jika dilihat dari perspektif hukum yang berlaku di Indonesia,
masalah-masalah lingkungan hanya dikelompokan ke dalam dua bentuk, yakni
pencemaran lingkungan (environmental pollution) dan perusakan lingkungan hidup.
Pembedaan masalah lingkungan hidup
ke dalam dua bentuk dapat dilihat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) yang kemudian
dicabut oleh UU NO 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH)
diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Pengertian pencemaran lingkungan
adalah sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009, yakni : Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/
atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan, sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
.Dampak negatif dari menurunnya
kualitas lingkungan hidup baik karena terjadinya pencemaran atau terkurasnya
sumber daya alam adalah timbulnya ancaman atau dampak negatif terhadap
kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi (economic cost), dan
terganggunya sistem alami (natural system).
Dalam berbagai aturan,
pengelolaan lingkungan hidup sering didefinisikan sebagai upaya terpadu
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan
dan pengendalian lingkungan hidup. Pelaksanaannya dilakukan oleh instansi
pemerintah sesuai dengan bidangtugas dan tanggungjawab masing-masing,
masyarakat, serta pelaku pembangunan lainnya dengan memperhatikan
keterpaduan perencanaan dan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup. Sektor
lingkungan hidup oleh para perencana dan pelaku pembangunan masih
kurang diperhatikan dibandingkan bidang ekonomi misalnya. Hal ini
sesungguhnya mempengaruhitujuan pembangunan berkelanjutan.
Pencemaran lingkungan hidup dapat
terjadi dalam bentuk pencemaran air (sungai dan danau), pencemaran laut,
pencemaran udara dan kebisingan. Salah satu dari beberapa sumber pencemaran
laut, sebagaimana ditetapkan dalam the Third United Nation Convention
on the Law of the Sea (UNLOS III), adalah kegiatan di daratan. Sumber
pencemaran air dari daratan terdiri dari kegiatan sektor industri, kegiatan
sektor pertanian, permukiman atau perkotaan.limbah dari sumber-sumber ini masuk
kedalam saluran air, sungai-sungai dan akhirnya berakhir ke lautan sehingga dapat
menimbulkan pencemaran laut.[2]
Pengaturan secara umum
pencemaran udara yang ersifat superficial, baik dalam bentuk undang – undang
maupun berbentuk peraturan pemerintah. Biasanya pengaturan dalam peraturan
perundang –
udangan sangat umum dan tidak secara rinci
memuat ketentuan tentang pengendalian pencemaran udara. Berbagai peraturan
tersebut diantaranya adalah UUPLH, UU No 26 Tentang penataan ruang, UU nomor 41
tentang kehutanan menjadi UU nomor 19
Tahun 2004, dan UU Nomor 5 tahun 1984 tentang industri.
·
UUPLH
Undang – undang ini secara
umum menjadi hukum yang mengatur secara umum tentang pengelolaan dan
perlindungan terhadap lingkungan hidup, meskipun tidak secara detail mengatur
tentang pencegahan pengendalian pencemaran udara, akan tetapi didalam undang – undang ini dapat ditemukan
pasal yang melarang orang/badan hukum untuk melakukan pencemaran lingkungan
termasuk udara dalam sejumlah pasal,
contohnya pasal 6 ayat ( 1 )
menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara fungsi lingkungan hidup
serta melestarikannya serta mencegah dan menanggulangi pecemaran dan perusakan
lingkungan hidup, dalam ini tentunya termasuk pencemaran udara.
Dalam pasal lain juga diatur
mengenai keharusan dibuatnya analisis dampak lingkungan terhadap usaha/atau
kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan. Dengan adanya kewajiban membuat amdal tersebut pengusaha tentunya
ikut berusaha mencegah pencemaran dari usaha/atau kegiatannya ( Pasal 15 ayat 1
), termasuk pencemaran udara.
Sementara dalam pasal 14
ayat 1 setiap orang/atau badan usaha yang melakukan kegiatan/usah agar tidak
melanggar baku mutu lingkungan dan nilai ambang batas. Standar lingkungan
termasuk baku mutu udara ambiendan baku mutu emisi memang tidak diatur dalam
UUPLH. Tetapi diatur dalam peraturan pelaksananya, misalnya baku mutu udara
ambien diatur dalam PP Nomor 41 Tahun 1999 dan baku mutu emisi untuk kendaraan
bermotor diatur dalam keputusan menteri Negara lingkungan hidup Nomor 35 Tahun
1993, sedangkan baku mutu emisi untuk sumber tidak bergerak diatur dalam
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995[3].
Didalam peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara dijelaskan didalam pasal
1 butir 1 bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukannya zat, energy,
dari komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu
udara turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya[4].
Sumber pencemar udara adalah setiap kegiatan
usaha dan atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Udara
ambient adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada didalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia
yang dibutuhkan dan mempengaruhi kegiatan manusia, makhluk hidup dan unsur
lingkungan lainnya.
Didalam Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 1999 ini juga diatur dan dijelaskan tentang perlindungan mutu
udara, baik itu tentang baku mutu udara ambient, status mutu udara, baku mutu
emisi dan ambang batas gas buang, indeks standar pencemar udara, dan
pengendalian pencemar udara dari pasal 3 sampai kepada pasal 24.
Dalam UU 32 Tahun 2009 juga dijelaskan
kewajiban Dalam pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Kewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/ atau kerusakan
lingkungan hidup. (Pasal 67)
2.
Kewajiban
bagi pelaku usaha untuk memberikan informasi yang terkait dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu/ (Pasal 68 Butir
B),
3.
Kewajiban
bagi pelaku usaha untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup ( Pasal 68 Butir
C),
4.
Kewajiban
bagi pelaku usaha untuk menaati ketentuan baku mutu lingkungan hidup (Pasal 68
Butir C).
Selain itu juga diatur
mengenai instrument mengenai pengendalian lingkungan hidup antara lain : Pasal
14 UUPPLH menyebutkan instrumen-instrumen pencegahan pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup yang pada dasarnya adalah juga sebagai instrumen pengelolaan
lingkungan hidup karena pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan juga untuk
mencegah dan mengatasi masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Instrumen-instrumen yang disebut dalam Pasal 14 UUPPLH adalah[5]
:
Kajian
lingkungan hidupstrategis (KLHS)
Tata
ruang
Baku
mutu lingkungan hidup
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
Amdal
UKL-UPL
Perizinan
Instrumen
ekonomi
Peraturan
perUUan berbasis lingkungan hidup
Anggaran berbasis lingkungan hidup
Analisis risiko lingkungan hidup
Audit
lingkungan hidup
Dari ke-12 instrumen itu dapat
dibedakan atas instrumen kebijakan yang bersifat makro seperti KLHS, tata
ruang, peraturan perUUan dan anggaran berbasis lingkungan dan
instrumen-instrumen untuk individual kegiatan seperti perizinan, Amdal,
UKL-UPL. Baku mutu merupakan instrumen yang berfungsi makro dan mikro kegiatan,
misalkan untuk baku mutu ambien bersifat makro sedangkan baku mutu limbah
bersifat individu.
Kriteria
Baku Kerusakan Lingkungan Hidup[6]
Pengertian kriterian baku buku mutu
lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 15 adalah “ukuran
batas perubahan sifat fisik,kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikannya.” Kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup merupakan instrumen untuk menetukan terjadinya
kerusakan lingkungan hidup.
·
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
Pengertian
Amdal merupakan suatu upaya atau
pendekatan untuk mengkaji apakah kegiatan pemanfaatan atau pengolahan sumber
daya alam atau kebijakan pemerintah akan dan dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup.
·
Komisi
Penilaian Amdal
Berbeda dari UULH 1982
maupun UULH 1997 yang tidak mengatur soal Komisi Amdal, UUPPLH mangatur Komisi
Amdal walau hanya secara umum saja. Berdasarkan UUPPLH, Komisi Komisi Penilaian
Amdal yang dibentuk oleh Menteri Lingkungan Hidup, gubernur dan bupati/walikota
bertugas menilai kelayakan dokumen Amdal. Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) UUPPLH,
Anggota Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri Lingkungan
Hidup, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan lingkup kewenangannya.
Berdasarkan Pasal 30 ayat (1)
UUPPLH, keanggotaan Komisi Penilai Amdal terdiri atas wakil dari unsur-unsur
berikut :
Instansi
lingkungan hidup
Instansi
teknis terkait
Pakar
di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang
sedang dikaji
Pakar
di bidang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiaitan
yang sedang dikaji
Wakil
dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak
Komisi
penilai Amdal pada ketiga tingkatan dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas
pakar independen yang melakukan kajian teknis. Diperlukannya tim teknis karena
pada faktanya orang-orang yang duduk dalam keanggotaan Komisi Penilai Amdal
sering kali para pejabat struktural di tingkat Kabupaten/Kota yang tidak punya
cukup waktu untuk membaca dokumen.
·
UKL
dan UPL
Setiap usaha yang tidak termasuk
dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Terdapat pengkategorian terhadap sebuah
kegiata yang membuktikan betapapun kecilnya sebuah kegiatan usaha
berkemungkinan untuk menimbulkan masalah lingkunngan. Ketentuan lebih lajut
tentang pelaksanaan UKL-UPL serta surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan diatur dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup.
·
Hubungan
antara Amdal , UKL dan UPL dengan izin Lingkungan
Sejak berlakunya UUPPLH, Amdal tidak
lagi menjadi persyaratan untuk memperoleh izin usaha, tetapi sebagai prasyarat
untuk memperoleh izin lingkungan sebagaimana dinyatakandalam pasal 37 ayat (1).
Demikian pula UKL dan UPL merupakan prasyarat untuk memperoleh izin lingkungan.
Bahkan pejabat memberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan Amdal atau UKL dan UPL dapat diancam pidana sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 111 UUPPLH.
·
Instansi
yang Berwenang dan Instansi yang Bertanggung Jawab
Instansi yang berwenang adalah
Menteri Sektoral yang berwenang memberikan keputusan izin usaha atau kegiatan
misalkan Menteri Perindustrian untuk kegiatanindustri, Menteri Kehutanan untuk
kegiatan pemanfaatan hutan. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi
yang berwenang memberi keputusan tentang kelayakan lingkungan dari setiap
rencana kegiatan. Instansi ynag bertanggung jawab untuk tingkat nasional adalah
Kementrian Lingkungan Hidup sedangkan untuk tingkat daerah adalah Gubernur.
·
Prosedur
Penilaian Amdal
Ada
17 tata laksana penyusunan dan penilaian dokumen Amdal, diantaranya sebagai
berikut :
·
Pemrakarsa
menyusun KA yang didasarkan pada pedoman yang ditetapkan oleh Kepala Instansi
yang membidangi pengendalian dampak lingkungan hidup.
·
Pemrakarsa
menyampaikan KA di tingkat pusat kepada instansi yang bertanggung jawab
BAPEDAL/Kementerian Lingkungan Hidup melalui Komisi Penilai Tingkat Pusat dan
di Daerah kepada Gubernur melalui Komisi Penilai Tingkat Daerah.
·
KA
dinilai oleh Komisi Penilai dengan jangka waktu paling lama 75 hari kerja dan
jika dalam waktu tersebut Komisi Penilai tidak mengeluarkan keputusan, maka
instansi yang bertanggung jawab dianggap menerima KA
·
Keterlibatan
Masyarakat Dalam Amdal
Pelibatan masyarakat dalam proses
Amdal tidak diatur dalam UULH 1997 karena memang UULH 1997 tidak mengatur
secara rinci soal Amdal. Pasal 33 ayat 1 PP No. 27 Tahun 1999 mewajibkan
instansi bertanggung jawab dan pemrakarsa untuk mengumumkan rencana kegiatan
yang terkena wajib Amdal. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak pengumuman,
warga masyarakat yang berkepentingan berhak mengajukan saran, pendapat, dan
tanggapan secara tertulis tentang rencana kegiatan itu kepada instansi yang
bertanggung jawab. Instansi yang bertanggung jawab wajib mempertimbangkan dan
mengkaji saran dan pendapat dari masyarakat. Tata cara dan bentuk pengumuman
dan cara penyampaian pendapat dan tanggapan masyarakt ditetapkan oleh instansi
yang bertanggung jawab.
·
Izin
Lingkungan
Izin merupakan instrumen hukum
administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk
mengatur cara-cara pengusaha menjalankan usahanya. Dalam sistem UUPPLH 2009
terdapat berbagai jenis izin yang dapat dikategorikan sebagai perizinan di
bidang pengelolaan lingkungan atas dasar kriteria bahwa izin-izin tersebut dimaksudkan
atau berfungsi untuk pencegahan pencemaran atau gangguan lingkungan, pencegahan
perusakan lingkungan akibat pengambilan sumber daya alam dan penataan ruang.
·
Pengertian
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Adalah upaya
sistimatis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum (ps 1 (2) UU No. 32 PPLH 2009).
·
Ruang Lingkup
Perencanaan
Pemanfaatan
Pengendalian
Pemeliharaan
Pengawasan
Penegakan Hukum
·
Tujuan Perlindungan
Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Melindungi wilayah
NKRI dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
b. Menjamin keselamatan, kesehatan,
& kehidupan manusia
c. Menjamin kelangsungan
hidup makhluk hidup & kelestarian ekosistem
d. Menjaga kelestarian
fungsi lingkungan hidup
e. Mencapai keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
f. Menjamin terpenuhinya
keadilan generasi masa kini & generasi masa depan
g. Menjamin pemenuhan
& perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi
manusia
h. Mengendalikan
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
·
Pengendalian
Pengendalian
pencemaran/kerusakan LH dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi LH.
Pengendalian
pencemaran/kerusakan LH meliputi:
Pencegahan
Penanggulangan
Pemulihan.
Pengendalian
pencemaran/kerusakan LH dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
penanggung jawab usaha/kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung
jawab masing-masing.
III.
ANALISA MENGENAI ASAP YANG DIHASILKAN OLEH PABRIK PENGOLAHAN BAN BEKAS MENJADI
BAHAN BAKAR TERMASUK PENCEMARAN UDARA MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 32 TAHUN
2009
Pencemaran udara yang paling
utama selalu terkait dengan manusia. Manusia menjadi penyebab utama dan
terbesar terjadinya pencemaran udara, padahal yang merasakan dampak dari
pencemaran tersebut yang paling besa juga adalah manusia.
Pencemaran udara merupakan
salah satu pecemaran lingkungan yang mengakibatkan turunnya kualitas udara
karena bercampur dengan unsure – unsure lain yang berbahaya, unsur – unsur
tersebut berupa karbon monoksida, nitrogen dioksida, chlorofluorcarbon, sulfur
dioksida, hidrokarbon, benda partikulat, timah, dan carbon dioksida. Pencemaran
udara bisa terjadi akibat faktor alam dan faktor manusia[7].
Faktor manusia sangat sering mempengaruhi
terjadinya pencemaran lingkungan, berbagai aktiftas manusia yang dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran udara antara lain :
a.
Pembakaran
b.
Proses peleburan
c.
Pertambangan
d.
Proses pengolahan dan pemanasan
e.
Pembuangan limbah
f.
Proses kimia
g.
Proses pembangunan
Berbagai aktifitas diatas
merupakan kegiatan yang menimbulkan limbah berupa asap dan partikel – partikel
lain yang secara langsung dapat mengakibatkan pencemaran terhadap udara, secara
fisik tentunya kita tidak mampu mengukur tingkat pencemaran atau terjadinya
pencemaran, namun tentunya secara tidak langsung kita dapat menduga terjadi
pencemaran udara.
·
PEMBAKARAN
BAN BEKAS MENJADI BAHAN BAKAR MENYEBABKAN PENCEMARAN UDARA
Pabrik pengolahan ban bekas
menjadi bahan bakar yang berlokasi di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru merupakan
industry yang melakukan pengolahan limbah ban bekas menjadi bahan bakar dengan
melakukan proses pembakaran ban tersebut dengan menggunakan api tungku. Proses
pembakaran ban bekas tersebut tentunya menghasilkan asap yang berasal dari ban
bekas. Berdasarkan tinjauan di lokasi kegiatan pabrik tersebut asap sisa
pembakaran ban yang dilakukan oleh kegiatan industry itu membumbung bebas ke
udara dengan membawa serta partikel – partikel debu hitam dari pembakaran karet
ban.
Jika kita merujuk kepada
kententuan didalam PP No 41 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energy dari komponen lain ke dalam
udara ambient oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Sedangkan didalam peraturan pemerintah ini sebagai sumber pencemaran dijelaskan
adalah setiap usaha/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara
yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
Dan udara ambient adalah
udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada didalam wilayah
yuridiksi Republik Indonesia.
Sedangkan didalam Undang – Undang Nomor 32
Tahun 2009 dijelaskan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk lainnya, dan pencemaran lingkungan hidup dalah masuk atau
dimasukannya makhluk hidup, zat, energy, dan atau komponen lain kedalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampuai baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan.
Aktivitas pabrik pengolahan
ban bekas tersebut tentunya mengahasilkan limbah baik itu sisa pembakaran
berupa kawat, bara, debu, dan juga asap. Berdasarkan penjelasan diatas dapat
diambil kesimpulan secara teoritis tentunya aktifitas pabrik tersebut telah
melakukan pencemaran lingkungan ( udara ), hal ini dikarenakan proses
pembakaran yang menghasilkan asap hitam dan membawa partikel – partikel debu
hitam yang secara bebas membumbung ke udara, hal ini dikarenakan pabrik
tersebut tidak memiliki sistem pengelolaan limbah asap secara terpadu. Asap
yang dihasilkan oleh pembakaran ban tersebut dapat dikatakan merupakan zat atau
komponen lain yang masuk kedalam udara ambient dan menyebabkan udara ambient
disekitar lingkungan pabrik tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bersamaan
dengan asap yang dihasilkan, asap akibat dari proses pembakaran itu juga
membawa partikel – partikel lain ke udara, namun partikel – partikel itu dapat
turun kembali dan menyebar keberbagai tempat yang berada disekitarnya.
Hal ini tentunya mmberikan
dampak lingkungan yang kurang baik bagi lingkungan sekitar secara langsung
maupun tidak langsung, secara langsung maksudnya asap tersebut secara langsung
dapat mempengaruhi udara sekitar dan mempengaruhi tingkat polusi udara yang
menghasilkan oksigen, dan udara tersebut tentunya mungkin terhirup oleh warga
sekitar, begitu juga degan partikel – partikel hitam yang dihasilkan oleh sisa
pembakaran yang mungkin dapat bertebaran di lingkungan warga sekitar dan
menempel di tempat – tempat tertentu sehingga mengakibatkan pencemaran atau
perubahan lingkungan. Secara tidak langsung maksudnya, akibat dari polusi yang
disebabkan asap tersebut tidak serta merta mengakibatkan sesuatu yang merugikan
orang lain, hal ini bisa menjadi akibat jangka panjang yang belum dapat
diprediksi. Namun secara matematis haruslah ada indeks ataupun pengukuran
terhadap tingkat pencemaran yang diakibatkan oleh limbah asap pabrik tersebut.
Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui tingkat baku mutu lingkungan pra dan pasca
pengolahan ban bekas tersebut.
Dalam hal ini tentunya
berdasarkan penjelasan diatas dan tinjauan dilapangan serta merujuk kepada PP
41 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2009
telah terjadi Pencemaran Lingkungan ( udara ) yang diakibatkan dari
usaha/kegiatan pabrik tersebut yang menghasilkan asap hitam serta partikel
lainnya yang membumbung bebas ke udara.
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Berdasarkan peraturan – peraturan yang
berlaku secara tegas pengaturan tentang pengendalian pencegahan pencemaran
lingkungan ( Udara ) dapat merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
1999 dan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
2.
Limbah Asap yang dihasilkan pabrik tersebut
melalui proses pembakaran ban bekas yang diolah menjadi bahan bakar berdasarkan
UU Nomor 32 tahun 2009 merupakan tindakan yang mengakibatkan terjadinya
pencemaran lingkungan
(
udara )
SARAN
1.
Secara hukum aktifitas pabrik tersebut telah
memiliki perizinan yang diisyaratkan oleh peraturan perundang – undangan, dan
melengkapi ketentuan untuk pengendalian lingkungan serta pencegahan pencemaran
lingkungan, namun diharapkan pemerintah melalui badan yang terkait kedepan
harus lebih cermat dan melakukan pegawasan secara berkala.
[1]
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
[2] Takdir
Rahmadi, Resume Buku Hukum Lingkungan Di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, Hal
17, 2013
[3]
Sukandi Husein, Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, Hal 44, 2008
[4] PP
No. 41 Tahun 1999
[5] Hukum.Kompasiana.com “Perdefinisi tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup Berdasarkan Ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009” 2011
[6] UU
No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
[7]
Alamendah blogs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar