Selasa, 16 Februari 2016

HUKUM LINGKUNGAN


“ANALISIS KASUS PENCEMARAN UDARA OLEH PABRIK PENGOLAHAN BAN BEKAS MENJADI BAHAN BAKAR DIKECAMATAN RUMBAI BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009”
















DIBUAT OLEH : DEDI HARIANTO LUBIS


MAGISTER HUKUM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU


I. LATAR BELAKANG
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteran manusia serta makhluk hidup lainnya. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam Pasal 13 tercantum bahwa pengedalian pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengedalian pecemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri dari 3 hal yaitu : pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup dengan menerapkan berbagai instrument-instrument yaitu : Kajian lingkungan hidup straegis (KLHS); Tata ruang; Baku mutu lingkungan hidup; Kriteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup; Amdal; UKL-UPL; perizinan; instrument ekonomi lingkungan hidup; peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; anggaran berbasis lingkungan hidup; Analisis resiko lingkungan hidup; audit lingkungan hidup, dan instrument lain sesuai dengan kebutuhan dan /atau perkembangan ilmu pengetahuan[1]
Mengenai dari hal – hal tersebut, maka sekarang akan membahas pasal per pasal tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup berdasarkan dari Undang – undang No. 32 Tahun 2009 yang diawali dari Pasal 14 sampai dengan Pasal 43.
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan YME yang diberikan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Karenanya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sama bagi semua manusia bahkan makhluk hidup yang ada didunia. Dibalik kesamaan hak tersebut tentunya adalah kewajiban manusia juga untuk menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup ini. Kewajiban disini menjurus kepada semua tindakan usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara individu maupun secara berkelompok guna menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Hal ini perlu dan wajib dilaksanakan karena kondisi lingkungan hidup dari hari ke hari semakin menunjukan penurunan kualitas yang cukup signifikan.
Tetapi lingkungan yang sehat dan baik kadang – kadang susah diwujudkan karena perbuatan satu atau lebih pihak yang menyebabkan rusaknya atau terganggunya pelaksanaan pelestarian lingkungan.  Pihak yang melakukan perusakan atau menyebabkan terganggunya lingkungan  mengakibatkan terganggunya kenyamanan serta kehidupan manusia lainnya yang terkena dampak dari perbuatan yang telah dilakukannya.
Oleh karena itu didalam paper ini penulis mencoba melakukan analisa terhadap pencemaran udara yang terjadi akibat adanya aktifitas pengolahan ban bekas menjadi bahan bakar dikecamatan rumbai berdasasrkan undang – undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Yang mana berdasarkan temuan – temuan berbagai pihak yang telah melakukan tinjauan kelokasi sekitar pabrik tersebut disimpulkan bahwa telah terjadi pencemaran udara yang bersumber dari asap pembakaran ban di pabrik tersebut.


II. RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimanakah pengaturan pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan dan udara menurut peraturan perundang – undangan Republik Indonesia?
2.    Apakah asap yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan ban bekas menjadi bahan bakar termasuk pencemaran udara menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009?

III. PENGATURAN PECEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN ( UDARA ) MENURUT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN REPUBLIC INDONESIA.
Penggundulan lahan hutan, lahan kritis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global tumpahan minyak di laut, ikan mati di anak sungai karena zat-zat kimia, dan punahnya species tertentu adalah beberapa contoh dari masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam literatur masalah-masalah lingkungan dapat dikelompokkan kedalam tiga bentuk yaitu pencemaran lingkungan (pollution), pemanfaatan lahan secara salah (land misuse) dan pengurasan atau habisnya sumber daya alam (natural resource depeletion). Akan tetapi, jika dilihat dari perspektif hukum yang berlaku di Indonesia, masalah-masalah lingkungan hanya dikelompokan ke dalam dua bentuk, yakni pencemaran lingkungan (environmental pollution) dan perusakan lingkungan hidup.
Pembedaan masalah lingkungan hidup ke dalam dua bentuk dapat dilihat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) yang kemudian dicabut oleh UU NO 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengertian pencemaran lingkungan adalah sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, yakni : Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan, sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
.Dampak negatif dari menurunnya kualitas lingkungan hidup baik karena terjadinya pencemaran atau terkurasnya sumber daya alam adalah timbulnya ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi (economic cost), dan terganggunya sistem alami (natural system).
Dalam berbagai aturan, pengelolaan lingkungan hidup sering didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Pelaksanaannya dilakukan oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidangtugas dan tanggungjawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lainnya dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup. Sektor lingkungan hidup oleh para perencana dan pelaku pembangunan masih kurang diperhatikan dibandingkan bidang ekonomi misalnya. Hal ini sesungguhnya mempengaruhitujuan pembangunan berkelanjutan.
Pencemaran lingkungan hidup dapat terjadi dalam bentuk pencemaran air (sungai dan danau), pencemaran laut, pencemaran udara dan kebisingan. Salah satu dari beberapa sumber pencemaran laut, sebagaimana ditetapkan dalam the Third United Nation Convention on the Law of the Sea (UNLOS III), adalah kegiatan di daratan. Sumber pencemaran air dari daratan terdiri dari kegiatan sektor industri, kegiatan sektor pertanian, permukiman atau perkotaan.limbah dari sumber-sumber ini masuk kedalam saluran air, sungai-sungai dan akhirnya berakhir ke lautan sehingga dapat menimbulkan pencemaran laut.[2]

Pengaturan secara umum pencemaran udara yang ersifat superficial, baik dalam bentuk undang – undang maupun berbentuk peraturan pemerintah. Biasanya pengaturan dalam peraturan perundang –
udangan sangat umum dan tidak secara rinci memuat ketentuan tentang pengendalian pencemaran udara. Berbagai peraturan tersebut diantaranya adalah UUPLH, UU No 26 Tentang penataan ruang, UU nomor 41 tentang kehutanan menjadi UU nomor  19 Tahun 2004, dan UU Nomor 5 tahun 1984 tentang industri.

·         UUPLH
Undang – undang ini secara umum menjadi hukum yang mengatur secara umum tentang pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup, meskipun tidak secara detail mengatur tentang pencegahan pengendalian pencemaran udara, akan tetapi  didalam undang – undang ini dapat ditemukan pasal yang melarang orang/badan hukum untuk melakukan pencemaran lingkungan termasuk udara dalam sejumlah pasal,  contohnya pasal  6 ayat ( 1 ) menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara fungsi lingkungan hidup serta melestarikannya serta mencegah dan menanggulangi pecemaran dan perusakan lingkungan hidup, dalam ini tentunya termasuk pencemaran udara.
Dalam pasal lain juga diatur mengenai keharusan dibuatnya analisis dampak lingkungan terhadap usaha/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan. Dengan adanya kewajiban membuat amdal tersebut pengusaha tentunya ikut berusaha mencegah pencemaran dari usaha/atau kegiatannya ( Pasal 15 ayat 1 ), termasuk pencemaran udara.
Sementara dalam pasal 14 ayat 1 setiap orang/atau badan usaha yang melakukan kegiatan/usah agar tidak melanggar baku mutu lingkungan dan nilai ambang batas. Standar lingkungan termasuk baku mutu udara ambiendan baku mutu emisi memang tidak diatur dalam UUPLH. Tetapi diatur dalam peraturan pelaksananya, misalnya baku mutu udara ambien diatur dalam PP Nomor 41 Tahun 1999 dan baku mutu emisi untuk kendaraan bermotor diatur dalam keputusan menteri Negara lingkungan hidup Nomor 35 Tahun 1993, sedangkan baku mutu emisi untuk sumber tidak bergerak diatur dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995[3].
Didalam peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara dijelaskan didalam pasal 1 butir 1 bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukannya zat, energy, dari komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya[4].
Sumber pencemar udara adalah setiap kegiatan usaha dan atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara ambien tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Udara ambient adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada didalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kegiatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan lainnya. 
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 ini juga diatur dan dijelaskan tentang perlindungan mutu udara, baik itu tentang baku mutu udara ambient, status mutu udara, baku mutu emisi dan ambang batas gas buang, indeks standar pencemar udara, dan pengendalian pencemar udara dari pasal 3 sampai kepada pasal 24.
Dalam UU 32 Tahun 2009 juga dijelaskan kewajiban Dalam pengelolaan Lingkungan Hidup
1.    Kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup. (Pasal 67)
2.     Kewajiban bagi pelaku usaha untuk memberikan informasi yang terkait dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu/ (Pasal 68 Butir B),
3.     Kewajiban bagi pelaku usaha untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup ( Pasal 68 Butir C),
4.     Kewajiban bagi pelaku usaha untuk menaati ketentuan baku mutu lingkungan hidup (Pasal 68 Butir C).

Selain itu juga diatur mengenai instrument mengenai pengendalian lingkungan hidup antara lain :  Pasal 14 UUPPLH menyebutkan instrumen-instrumen pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang pada dasarnya adalah juga sebagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup karena pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan juga untuk mencegah dan mengatasi masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Instrumen-instrumen yang disebut dalam Pasal 14 UUPPLH adalah[5] :
Kajian lingkungan hidupstrategis (KLHS)
Tata ruang
Baku mutu lingkungan hidup
 Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
 Amdal
UKL-UPL
Perizinan
Instrumen ekonomi
Peraturan perUUan berbasis lingkungan hidup
 Anggaran berbasis lingkungan hidup
 Analisis risiko lingkungan hidup
Audit lingkungan hidup

Dari ke-12 instrumen itu dapat dibedakan atas instrumen kebijakan yang bersifat makro seperti KLHS, tata ruang, peraturan perUUan dan anggaran berbasis lingkungan dan instrumen-instrumen untuk individual kegiatan seperti perizinan, Amdal, UKL-UPL. Baku mutu merupakan instrumen yang berfungsi makro dan mikro kegiatan, misalkan untuk baku mutu ambien bersifat makro sedangkan baku mutu limbah bersifat individu.

Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup[6]

Pengertian kriterian baku buku mutu lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 butir 15 adalah “ukuran batas perubahan sifat fisik,kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikannya.” Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup merupakan instrumen untuk menetukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup.

·         Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Pengertian
Amdal merupakan suatu upaya atau pendekatan untuk mengkaji apakah kegiatan pemanfaatan atau pengolahan sumber daya alam atau kebijakan pemerintah akan dan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.


·         Komisi Penilaian Amdal
Berbeda  dari UULH 1982 maupun UULH 1997 yang tidak mengatur soal Komisi Amdal, UUPPLH mangatur Komisi Amdal walau hanya secara umum saja. Berdasarkan UUPPLH, Komisi Komisi Penilaian Amdal yang dibentuk oleh Menteri Lingkungan Hidup, gubernur dan bupati/walikota bertugas menilai kelayakan dokumen Amdal. Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) UUPPLH, Anggota Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan lingkup kewenangannya.
 Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UUPPLH, keanggotaan Komisi Penilai Amdal terdiri atas wakil dari unsur-unsur berikut :
Instansi lingkungan hidup
Instansi teknis terkait
Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji
Pakar di bidang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiaitan yang sedang dikaji
Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak
Komisi penilai Amdal pada ketiga tingkatan dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis. Diperlukannya tim teknis karena pada faktanya orang-orang yang duduk dalam keanggotaan Komisi Penilai Amdal sering kali para pejabat struktural di tingkat Kabupaten/Kota yang tidak punya cukup waktu untuk membaca dokumen.

·         UKL dan UPL

Setiap usaha yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Terdapat pengkategorian terhadap sebuah kegiata yang membuktikan betapapun kecilnya sebuah kegiatan usaha berkemungkinan untuk menimbulkan masalah lingkunngan. Ketentuan lebih lajut tentang pelaksanaan UKL-UPL serta surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan diatur dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup.

·         Hubungan antara Amdal , UKL dan UPL dengan izin Lingkungan
Sejak berlakunya UUPPLH, Amdal tidak lagi menjadi persyaratan untuk memperoleh izin usaha, tetapi sebagai prasyarat untuk memperoleh izin lingkungan sebagaimana dinyatakandalam pasal 37 ayat (1). Demikian pula UKL dan UPL merupakan prasyarat untuk memperoleh izin lingkungan. Bahkan pejabat memberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL dan UPL dapat diancam pidana sebagaimana dirumuskan dalam pasal 111 UUPPLH.

·         Instansi yang Berwenang dan Instansi yang Bertanggung Jawab
Instansi yang berwenang adalah Menteri Sektoral yang berwenang memberikan keputusan izin usaha atau kegiatan misalkan Menteri Perindustrian untuk kegiatanindustri, Menteri Kehutanan untuk kegiatan pemanfaatan hutan. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang berwenang memberi keputusan tentang kelayakan lingkungan dari setiap rencana kegiatan. Instansi ynag bertanggung jawab untuk tingkat nasional adalah Kementrian Lingkungan Hidup sedangkan untuk tingkat daerah adalah Gubernur.

·         Prosedur Penilaian Amdal
Ada 17 tata laksana penyusunan dan penilaian dokumen Amdal, diantaranya sebagai berikut :
·         Pemrakarsa menyusun KA yang didasarkan pada pedoman yang ditetapkan oleh Kepala Instansi yang membidangi pengendalian dampak lingkungan hidup.
·         Pemrakarsa menyampaikan KA di tingkat pusat kepada instansi yang bertanggung jawab BAPEDAL/Kementerian Lingkungan Hidup melalui Komisi Penilai Tingkat Pusat dan di Daerah kepada Gubernur melalui Komisi Penilai Tingkat Daerah.
·         KA dinilai oleh Komisi Penilai dengan jangka waktu paling lama 75 hari kerja dan jika dalam waktu tersebut Komisi Penilai tidak mengeluarkan keputusan, maka instansi yang bertanggung jawab dianggap menerima KA



·         Keterlibatan Masyarakat Dalam Amdal

Pelibatan masyarakat dalam proses Amdal tidak diatur dalam UULH 1997 karena memang UULH 1997 tidak mengatur secara rinci soal Amdal. Pasal 33 ayat 1 PP No. 27 Tahun 1999 mewajibkan instansi bertanggung jawab dan pemrakarsa untuk mengumumkan rencana kegiatan yang terkena wajib Amdal. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak pengumuman, warga masyarakat yang berkepentingan berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan secara tertulis tentang rencana kegiatan itu kepada instansi yang bertanggung jawab. Instansi yang bertanggung jawab wajib mempertimbangkan dan mengkaji saran dan pendapat dari masyarakat. Tata cara dan bentuk pengumuman dan cara penyampaian pendapat dan tanggapan masyarakt ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab.

·         Izin Lingkungan
Izin merupakan instrumen hukum administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk mengatur cara-cara pengusaha menjalankan usahanya. Dalam sistem UUPPLH 2009 terdapat berbagai jenis izin yang dapat dikategorikan sebagai perizinan di bidang pengelolaan lingkungan atas dasar kriteria bahwa izin-izin tersebut dimaksudkan atau berfungsi untuk pencegahan pencemaran atau gangguan lingkungan, pencegahan perusakan lingkungan akibat pengambilan sumber daya alam dan penataan ruang.

·         Pengertian Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Adalah upaya sistimatis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (ps 1 (2) UU No. 32 PPLH 2009).
·         Ruang Lingkup
Perencanaan
Pemanfaatan
Pengendalian
Pemeliharaan
Pengawasan
Penegakan Hukum

·         Tujuan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
a.    Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
b.    Menjamin keselamatan, kesehatan, & kehidupan manusia
c.    Menjamin kelangsungan hidup makhluk hidup & kelestarian ekosistem
d.    Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
e.    Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
f.     Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini & generasi masa depan
g.    Menjamin pemenuhan & perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia
h.    Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
·         Pengendalian
Pengendalian pencemaran/kerusakan LH dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi LH.
Pengendalian pencemaran/kerusakan LH meliputi:
Pencegahan
Penanggulangan
Pemulihan.
Pengendalian pencemaran/kerusakan LH dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha/kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.

III. ANALISA MENGENAI ASAP YANG DIHASILKAN OLEH PABRIK PENGOLAHAN BAN BEKAS MENJADI BAHAN BAKAR TERMASUK PENCEMARAN UDARA MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009

Pencemaran udara yang paling utama selalu terkait dengan manusia. Manusia menjadi penyebab utama dan terbesar terjadinya pencemaran udara, padahal yang merasakan dampak dari pencemaran tersebut yang paling besa juga adalah manusia.
Pencemaran udara merupakan salah satu pecemaran lingkungan yang mengakibatkan turunnya kualitas udara karena bercampur dengan unsure – unsure lain yang berbahaya, unsur – unsur tersebut berupa karbon monoksida, nitrogen dioksida, chlorofluorcarbon, sulfur dioksida, hidrokarbon, benda partikulat, timah, dan carbon dioksida. Pencemaran udara bisa terjadi akibat faktor alam dan faktor manusia[7].
Faktor manusia sangat sering mempengaruhi terjadinya pencemaran lingkungan, berbagai aktiftas manusia yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara antara lain :
a.    Pembakaran
b.    Proses peleburan
c.    Pertambangan
d.    Proses pengolahan dan pemanasan
e.    Pembuangan limbah
f.     Proses kimia
g.    Proses pembangunan
Berbagai aktifitas diatas merupakan kegiatan yang menimbulkan limbah berupa asap dan partikel – partikel lain yang secara langsung dapat mengakibatkan pencemaran terhadap udara, secara fisik tentunya kita tidak mampu mengukur tingkat pencemaran atau terjadinya pencemaran, namun tentunya secara tidak langsung kita dapat menduga terjadi pencemaran udara.


·         PEMBAKARAN BAN BEKAS MENJADI BAHAN BAKAR MENYEBABKAN PENCEMARAN UDARA

Pabrik pengolahan ban bekas menjadi bahan bakar yang berlokasi di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru merupakan industry yang melakukan pengolahan limbah ban bekas menjadi bahan bakar dengan melakukan proses pembakaran ban tersebut dengan menggunakan api tungku. Proses pembakaran ban bekas tersebut tentunya menghasilkan asap yang berasal dari ban bekas. Berdasarkan tinjauan di lokasi kegiatan pabrik tersebut asap sisa pembakaran ban yang dilakukan oleh kegiatan industry itu membumbung bebas ke udara dengan membawa serta partikel – partikel debu hitam dari pembakaran karet ban.
Jika kita merujuk kepada kententuan didalam PP No 41 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energy dari komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Sedangkan didalam peraturan pemerintah ini sebagai sumber pencemaran dijelaskan adalah setiap usaha/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
Dan udara ambient adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada didalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia.
Sedangkan didalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk lainnya, dan pencemaran lingkungan hidup dalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energy, dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampuai baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Aktivitas pabrik pengolahan ban bekas tersebut tentunya mengahasilkan limbah baik itu sisa pembakaran berupa kawat, bara, debu, dan juga asap. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan secara teoritis tentunya aktifitas pabrik tersebut telah melakukan pencemaran lingkungan ( udara ), hal ini dikarenakan proses pembakaran yang menghasilkan asap hitam dan membawa partikel – partikel debu hitam yang secara bebas membumbung ke udara, hal ini dikarenakan pabrik tersebut tidak memiliki sistem pengelolaan limbah asap secara terpadu. Asap yang dihasilkan oleh pembakaran ban tersebut dapat dikatakan merupakan zat atau komponen lain yang masuk kedalam udara ambient dan menyebabkan udara ambient disekitar lingkungan pabrik tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bersamaan dengan asap yang dihasilkan, asap akibat dari proses pembakaran itu juga membawa partikel – partikel lain ke udara, namun partikel – partikel itu dapat turun kembali dan menyebar keberbagai tempat yang berada disekitarnya.
Hal ini tentunya mmberikan dampak lingkungan yang kurang baik bagi lingkungan sekitar secara langsung maupun tidak langsung, secara langsung maksudnya asap tersebut secara langsung dapat mempengaruhi udara sekitar dan mempengaruhi tingkat polusi udara yang menghasilkan oksigen, dan udara tersebut tentunya mungkin terhirup oleh warga sekitar, begitu juga degan partikel – partikel hitam yang dihasilkan oleh sisa pembakaran yang mungkin dapat bertebaran di lingkungan warga sekitar dan menempel di tempat – tempat tertentu sehingga mengakibatkan pencemaran atau perubahan lingkungan. Secara tidak langsung maksudnya, akibat dari polusi yang disebabkan asap tersebut tidak serta merta mengakibatkan sesuatu yang merugikan orang lain, hal ini bisa menjadi akibat jangka panjang yang belum dapat diprediksi. Namun secara matematis haruslah ada indeks ataupun pengukuran terhadap tingkat pencemaran yang diakibatkan oleh limbah asap pabrik tersebut. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui tingkat baku mutu lingkungan pra dan pasca pengolahan ban bekas tersebut.
Dalam hal ini tentunya berdasarkan penjelasan diatas dan tinjauan dilapangan serta merujuk kepada PP 41 Tahun 1999 dan  UU Nomor 32 Tahun 2009 telah terjadi Pencemaran Lingkungan ( udara ) yang diakibatkan dari usaha/kegiatan pabrik tersebut yang menghasilkan asap hitam serta partikel lainnya yang membumbung bebas ke udara.


PENUTUP


KESIMPULAN

1.    Berdasarkan peraturan – peraturan yang berlaku secara tegas pengaturan tentang pengendalian pencegahan pencemaran lingkungan ( Udara ) dapat merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2.    Limbah Asap yang dihasilkan pabrik tersebut melalui proses pembakaran ban bekas yang diolah menjadi bahan bakar berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2009 merupakan tindakan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan
( udara )

SARAN

1.    Secara hukum aktifitas pabrik tersebut telah memiliki perizinan yang diisyaratkan oleh peraturan perundang – undangan, dan melengkapi ketentuan untuk pengendalian lingkungan serta pencegahan pencemaran lingkungan, namun diharapkan pemerintah melalui badan yang terkait kedepan harus lebih cermat dan melakukan pegawasan secara berkala.




[1] Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
[2] Takdir Rahmadi, Resume Buku Hukum Lingkungan Di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, Hal 17, 2013
[3] Sukandi Husein, Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hal 44, 2008
[4] PP No. 41 Tahun 1999
[5] Hukum.Kompasiana.com “Perdefinisi tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Berdasarkan Ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009” 2011

[6] UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
[7] Alamendah blogs

Tidak ada komentar:

Posting Komentar