Kamis, 10 Maret 2016

Sekilas Tentang Ilmu Perundang - Undangan

--------- Di negara - negara Anglo Saxon, istilah yang paling umum adalah Legislative Drafting atau Legal Drafting karena lebih menunjuk kepada produk lembaga legislatif. hal ini terjadi karena pengaruh Judge made law. penyebutan serupa mulai populer di Indonesia karena lebih melihat pada keterampilan perancangan yang dikaitkan dengan pembentukan peraturan terutama dalam pembentukan Undang -undang.

secara umum di indonesia ada istilah :
1. Peraturan perundangan
2. Perundang - undangan
3. Perundangan
4. Peraturan Perundang - undangan

secara yuridis, Istilah yang dipakai adalah " Peraturan Perundang - undangan" ( Tap MPRS No.XX/MPRS/1966, Tap MPR No III/MPR/2000, UU No. 10/2004, dan UU No 12/2011). Dalam ilmu perundang - undangan yang disebut gesetgebungslehre, maihofer membaginya menjadi empat macam, yaitu L
1. Teknik perundang - undangan yang berupa perumusan perundang - undangan.
2. Metodik perundang - undangan berupa perumusan konsepsi perundang - undangan
3. Teknik perundang - undangan berupa pemberian pengaruh dan arahan terhadap perundang - undangan.
4. Analitik perundang - undangan berupa penelitian terhadap pemahaman dasar - dasar perundang - undangan, seperti undang - undang, pembetukan undang - undang dan perudang - undangan.

Menurut Van Der Valden, Ilmu pengetahuan perundang - undangan adalah ilmu normatif ( dilihat dari titik tolak teoritik  ilmiah ) dan juga ilmu empirik ( dilihat dari titik tolak ilmu sosial ), serta disamping itu mengandung ilmu yang teroritik analitik lebih jauh valden mengemukakan :
" ilmu pengetahuan perundang - undangan adalah ilmu pengetahuan interdisipliner yang merupakan kombinasi ilmu pengetahuan mengenai perundang - undangan yang bersifat normatif dan ilmu pengetahuan mengenai perundang - undangan sebagai gejala sosial dengan penekanan pada tujuan praktisnya, yang dipelajari dan dikembangkan oleh para ahli hukum.

Sementara itu, A Hamid A Attamimi mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan perundang - undangan merupakan ilmu pengetahuan inter disipliner tentang pembentukan peraturan - perundang - undangan, yang terdiri dari :
1. Teori perundang - undangan yang bersifat kognitif yang berorientasi menjelaskan dan menjernihkan pemahaman.
2. Ilmu perundang - undangan bersifat normatif yang berorientasi melakukan perbuatan pengaturan yang terdiri dari (1) proses perundang - undangan (2) metode perundang - undangan (3) teknik perundang - undangan.

Menurut Bagir manan dan kuntana magnar, unsur yang termuat dalam peraturan per UU an adalah :
1. Peraturan per uu an berbentuk keputusan tertulis karena ia merupakan kaedah hukum yang lazimdisebut dengan hukum tertulis.
2. dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan ( badan, organ ) yang mempunyai wewenang membuat peraturan yang berlaku umum atau megikat umum.
3. Bersifat mengikat umum walaupun tidak dimaksudkan harus selalu mengikat semua orang. Mengikat umum hanya menunjukkan bahwa peraturan  per uu an tidak berlaku terhadap persitiwa konkret atau individu tertentu karenanya lebih tepat disebut sebagai sesuatu yang mengikat secara ( bersifat ) umum dan mengikat umum.

Sumber : artikel Prof. Saldi Isra, SH

Rabu, 09 Maret 2016

PERDA PARKIR YANG DISKRIMINASI

Keriuhan terkait dibuatnya Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tentang Retribusi Parkir di Kota Pekanbaru menjadi sebuah hal yang menimbulkan berbagai reaksi, sehingga keberadaan Perda ini menjadi kontroversial di masyarakat kota pekanbaru, berbagai pihak dan kelompok baik secara individu dan lembaga menyampaikan argumentasinya dengan keberadaan peraturan daerah yang dinilai memiliki motif kepentingan tertentu meskipun tidak mudah untuk mengungkapkannya.
Hal yang menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat adalah tingginya kenaikan tarif parkir yang ditetapkan melalui perda tersebut, bayangkan saja kenaikan Tarif Parkir di Perda tersebut mencapai 400 Persen, dari tarif parkir sepeda motor yang awalnya hanya Rp. 1000,- menjadi Rp. 4000,- begitu juga dengan Parkir mobil/Roda empat yang awalnya Rp. 2000,- menjadi Rp. 8000,-, meskipun tarif yang ditetapkan di dalam perda tersebut bervariasi menurut zona tertentu namun reaksi penolakan timbul secara spontan dari masyarakat. dan justru penerapan yang nantinya berdasarkan zona justru dinilai diskriminasi. Hal ini tentunya patut menjadi perhatian Pemerintah Kota Pekanbaru bersama DPRD Kota Pekanbaru, tujuan pembentukan sebuah produk hukum haruslah memperhatikan aspek sosiologis yakni bagaimana penerimaan masyarakat terhadap produk hukum yang akan dibelakukan. apalagi yang menjadi dasar pembuatan perda hanya alasan untuk meningkatkan PAD serta tujuan mengurai kemacetan. namun penulis menilai alasan yang dikemukakan tidaklah memiliki dasar yang dapat diterima dan tidak rasional.

Hal yang lainnya pun menjadi perhatian adalah secara formal Perda tersebut masih memiliki kecacatan, karena tidak sesuai dengan tata aturan pembuatan pembuatan peraturan perundang - undangan. karena unsur keterlibatan partisipasi masyarakat dikesampingkan dan keberadaan naskah akademik masih diragukan atau dengan kata lain kemungkinan besar perda tersebut tidak memiliki naskah akademik, yang mana naskah akademik merupakan sebagai acuan dalam pembuatan sebuah peraturan berdasarkan Undang - Undang yang berlaku, Perda tersebut pun berbenturan dengan berbagai Undang - Undang yang berada diatasnya, sehingga secara materiil pun substansinya memiliki kelemahan.

Meskipun mendapatkan reaksi penolakan di Tengah - tengah masyarakat, Kementrian Dalam N
egeri telah selesai melakukan evaluasi terhadap peraturan daerah yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Pemko Pekanbaru dan DPRD Kota Pekanbaru, kini nasib peraturan daerah tersebut berada ditangan Pemerintah Propinsi Riau yang dalam hal ini menjadi tanggung jawab Plt Gubernur Riau, tanda tangan dan keputusan pemerintah propinsi riau menjadi penentu nasib Perda tersebut, jika gubernur menyetujui maka perda tersebut hanya tinggal pengesahan oleh Walikota dan dicatatkan didalam lembaran daerah Kota Pekanbaru dan sah menjadi peraturan daerah, namun jika Plt Gubernur menolak Perda tersebut maka Perda tersebut dikembalikan lagi kepada DPRD dan Pemko Pekanbaru.

Kita berharap Pemerintah Propinsi Riau dalam hal ini Plt Gubernur tidak menyetujui peraturan daerah tersebut, sehingga tidak menjadi hal kontroversial dimasyarakat, sudah terlalu banyak peraturan yang dibuat namun tidak dapat dilaksanakan secara maksimal oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.